WONOSOBO, SM Network – lima tahun terakhir perkembangan laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Wonosobo relevan dengan capaian Provinsi Jateng, bahkan 2018 dan 2019 laju pertumbuhan PDRB di Kabupaten Wonosobo melebihi capaian provinsi Jateng. Salah satu sektor yang menjadi penyumbang terbesar PDRB 2019 adalah sektor perdagangan.
Selaras dengan itu angka kemiskinan di Wonosobo alami penurunan dari tahun ke tahun. 2015 jumlah penduduk miskin sebanyak 166,4 ribu jiwa dan 2019 turun 131,3 ribu jiwa. Tingginya kinerja penurunan kemiskinan ini, berefek dengan meningkatnya status peringkat kemiskinan dari peringkat 35 menjadi peringkat 34 di tingkat Provinsi Jawa Tengah menggeser posisi Kabupaten Kebumen yang turun peringkat mejadi 35. Perkembangan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan selama 5 tahun terakhit relatif menurun.
ndeks keparahan kemiskinan di Kabupaten Wonosobo mendekati angka nol yang artinya semakin rendah kesenjangan pendapatan antar penduduk miskin. Perdagangan sendiri merupakan sektor strategis untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Tiga pasar yaitu Pasar Induk Wonosobo, Pasar Kertek, dan Pasar Sapuran merupakan segitiga emas perdagangan Wonosobo dimana perputaran ekonomi di tiga pasar tersebut begitu massif.
Pasar Kertek misalnya, berada pada daerah strategis penghubung dua Kabupaten yaitu Temanggung dan Purworejo menjadikan Pasar di sebelah timur Wonosobo itu begitu hidup dengan aktifitas perdagangan hampir 24 jam. Kabid Pasar Disperindagkop UMKM, Suprayitno mengatakan, dengan jumlah pedagang sekitar 1100 dan jam operasi hampir 24 jam menjadikan Pasar Kertek menjadi salah satu pioner penopang ekonomi masyarakat Wonosobo.
“Pasar Kertek ini luarbiasa, kami sedang menghitung berapa omset sebenarnya per hari dari Pasar Kertek, selain pasar Kertek juga ada pasar Sapuran dengan jumlah pedagang tidak jauh berbeda. Pasar Sapuran di tahun ini kita anggarakan 10 milyar untuk pembangunan, namun kita alihkan sementara untuk covid. Semoga di tahun 2021 bisa dibangun. Dan pasar terbesar yaitu Pasar Induk Wonosobo dengan jumlah pedagang sekitar 4333,” ujar Suprayitno saat bincang bersama Suara Merdeka baru-baru ini.
Kenyataan pelik harus dihadapi ribuan pedagang Pasar Induk Wonosobo akibat terbakarnya bangunan pasar di sisi sebelah barat pada 2014 lalu. Keraguan masyarakat terhadap keseriusan pemerintah untuk membangun kembali pasar kini mulai terjawab. Dengan anggaran senilai Rp 139 milyar, Pasar Induk Wonosobo dibangun selama dua tahun yaitu 2019 dan 2020. Struktur bangunan telah rampung 100 persen pada 2019 dengan menghabiskan anggaran senilai Rp 76 milyar dan dilanjut pembangunan tahap dua dengan biaya Rp 63 milyar dan ditarget akan selesai Desember 2020.
Prayitno menyadari betul pasar menjadi tempat yang sangat rawan untuk penyebaran Covid-19 yang kini masih menghantui masyarakat Indonesia bahkan dunia. Menyikapi hal tersebut, sejumlah tempat pedagang di realokasi untuk memecah keramaian tanpa harus menghanguskan pendapatan para pedagang. Dua tempat yang di realokasi ialah pasar sayur di Kecamatan Garung dan Pasar pagi Kertek yang dipindah ke sisi sebelah barat. Sejumlah tempat cuci tangan juga dipasang di setiap pintu masuk pasar untuk mencegah adanya kluster penyebaran baru.
Sejumlah kebijakan juga diambil pemerintah untuk keamanan ketersediaan pangan selama pandemi. Kepala Disperindagkop UMKM Wonosobo, Agus Suryatin mengatakan, pemerintah menjamin ketersediaan bahan kebutuhan pokok sehingga kekhawatiran akan habisnya bahan kebutuhan pokok di pasaran tidak semestinya muncul di masyarakat.
Disperindagkop UMKM menerbitkan surat edaran yang berisi sosialisasi dan imbauan kepada masyarakat agar tidak melakukan aksi borong bahan kebutuhan pokok di tengah kewaspadaan terhadap merebaknya virus corona (COVID-19) saat ini. Batasan pembelian bahan pokok, sebagaimana diatur dalam surat edaran tersebut adalah untuk komoditas beras, yang hanya diperkenankan setiap transaksi pembelian maksimal 10 kilogram.
“Kemudian untuk komoditas gula pasir, pembelian maksimal dua kilogram setiap transaksi, dan minyak goreng maksimal 4 liter per transaksi,” katanya. Kebijakan tersebut nyatanya cukup berhasil dengan tetap stabilnya kebutuhan pokok selama pandemi meski dibeberapa daerah lain terjadi aksi borong masal yang menjadikan kelangkaan bahan makanan pokok di tengah masyarakat.
Adib Annas M