KEBUMEN, SM Network – Keberadaan partai politik pemilik 50 kursi DPRD Kebumen sementara ini semuanya mengarah pada calon tunggal dalam menghadapi Pilbup Kebumen 9 Desember 2020. Namun belakangan muncul kandidat bupati beserta pasangannya, yang ikut memperebutkan kendaraan partai tersebut.
Masing-masing Eno Syafrudien – Ridwan dan Yazid Mahfudz – Aris Windu. Diketahui pula, baik Eno yang Menantu Wapres KH Ma’ruf Amin maupun Yazid yang kini menjabat Bupati Kebumen itu sama-sama menggandeng pengusaha sebagai bakal calon wakil bupatinya.
Praktis, hal tersebut nyaris tidak ada ubahnya seperti kandidat yang disekenariokan sebagai calon tunggal sejak awal, yakni Arif Sugiyanto – Ristawati Purwaningsih. Sebab, dari komposisi para kandidat itu tampak sarat politik transaksional.
“Apakah nantinya hanya ada calon tunggal atau lebih dari satu pasangan calon, kami melihatnya sarat politik transaksional,” ungkap Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kebumen, Imam Nur Hidayat kepada Suara Merdeka, Sabtu (8/8).
Diakuinya, calon tunggal itu memang menjadikan demokrasi tidak sehat. Pesta demokrasi yang tanpa kompetisi itu juga dinilai mengebiri aspirasi masyarakat, lantaran tidak adanya pilihan calon lain. Melainkan calon tunggal dihadapkan dengan kotak kosong atau kolom yang tidak ada gambarnya pada surat suara.
Namun, lanjut Imam, ketika dalam proses pencalonannya tidak mengindahkan demokrasi yang semestinya, maka lebih baik mengisi kotak kosong saja. “Ini juga bisa dijadikan pengalaman sekaligus pembelajaran bersama. Toh jika nanti kotak kosong menang, tetap ada yang mengisi, yakni penjabat bupati yang ditunjuk gubernur,” terang Imam.
Sedangkan ketika ada calon lain yang belakangan direkomendasi setelah mengarah adanya calon tunggal, jelas akan berdampak pada anggapan masyarakat yang semakin minor. Di mana calon lain itu dianggap membayar kendaraan partai lebih tinggi demi maju Pilkada. Kejadian seperti itu pun seperti proses pencalonan saat Pilkada Kebumen 2015. Hingga setahun kemudian terjadi operasi tangkap tangan (OTT) KPK.
“Politik transaksional atau politik dagang sapi itu tentunya menciderai demokrasi. Malah menjadi dosa yang teramat bagi calon petahana. Mengingat, salah satu strategi yang digunakan untuk mewujudkan visi misi bupati periode 2016 – 2021 yaitu membangun sistem politik yang demokratis dan berkeadaban,” beber Imam.
Mestinya, dalam menerapkan strategi tersebut bukan dengan menjalankan politik transaksional. Apalagi sarat manipulasi. Melainkan politik yang menjunjung etika dan moral. Terutama yang mencerminkan Berimannya Kebumen. Sehingga, dibutuhkan kesadaran bersama untuk mewujudkannya.
Terutama partai politik yang saat ini menjadi satu-satunya jalan untuk mengantarkan kandidat maju Pilbup 2020. Lantaran, kesempatan melalui jalur perseorangan (independen) sudah ditutup. Dan bagi Imam, jika memang sama-sama menerapkan politik transaksional, alangkah lebih baiknya jika mengarahkan pemilih yang tidak menghendaki adanya calon tunggal untuk mengisi kotak kosong.
“Dari segi manfaat, memang lebih baik demikian. Atau yang saya pahami adalah Ora Si Arif tetap pada kemenangan kotak kosong,” ucap Imam, sembari menyampaikan perimbangan frase calon tunggal dengan Ora Si Arif, seperti merujuk pada kandidat yang mengarah calon tunggal, yakni Arif Sugiyanto.
Arif Widodo / K5