Pondok Pesantren Tertua di Jawa Tengah

Pengasuh Ppondok berfoto dengan Presiden Jokowi baru-baru ini - istimewa

MUNGKID, SM Network – Pondok pesantren (Ponpes) Darussalam Watucongol Gunung Pring yang terletak di Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang merupakan pondok tertua di Jawa Tengah khususnya Magelang.

Semenjak mewabahnya pandemi Covid-19 banyak ponpes yang meliburkan para santrinya, namun di ponpes Darussalam ini tetap berjalan seperti biaasanya. Hal tersebut juga dibenarkan secara langsung oleh Pengasuh Ponpes Daruussalam Timur sekaligus sebagai Mursid Thoriqoh Sadziliyah, KH Muhammad Ali Qayshar atau yang akrab dipanggil Gus Ali.

“Untuk kegiatan tetap berjalan seperti biasa tidak ada perubahan seperti sholat jumat dan jamaah, ngaji-ngaji tetap ada. Orang luar bisa ikut yaitu warga lokal. Jadi hanya orang kampung sini yang jelas-jelas tidak ada indikasi dan kecurigaan terhadap Covid-19,” jelasnya.

Namun, tambahnya, jika orang luar yang tidak kami kenal, harus mengikuti protab seperti cuci tangan, pakai baju bersih, dan wudhu terlebih dahulu.

Pondok yang didirikan kurang lebih pada tahun 1830 oleh KH Abdurrauf setelah perang Jawa atau perang Diponegoro. ponpes tersebut memiliki hal unik, yakni jumlah santri dari dulu hingga sekarang tidak lebih dari 1000 orang. “Bukan karena dibatasi mungkin Allah SWT menghendaki seperti itu, sehingga yang diperbesar dan diutamakan belajar di sini itu yakni santri masyarakat bukan santri anak belajar di pondok,” jelas Gus Ali.

Disini ada yang dinamakan Santri Thoriqoh, yakni santri mengamalkan bacaan wirid yang syaratnya jelas dan itu harus ditafsirkan maupun di hijayahkan dari generasi ke generasi. Thoriqoh sendiri mulai diperkenalkan di ponpes ini dimulai dari generasi ke tiga, yakni saat dipegang oleh KH Nahrowi atau dikenal dengan nama KH Dalhar.

“Dahulu Ki Nahrowi beliau sempat bermukim di Makkah kurang lebih selama 27 tahun, kemudian setelah mendapat ijazah Thoriqoh kembali. Sejak itu, berkembang di Watucongol Muntilan sampai sekarang. Sehingga di Ponpes Darussalam Watucongol ini yang terbesar merupakan jamaah Thoriqoh,” papar Gus Ali.

Diketahui setelah KH Nahrowi wafat, kemudian diteruskan oleh putranya yang bernama K.H Ahmad Abdulhaq Dalhar atau yang lebih akrab disebut Mbah Mad Watucongol, dan saat ini diteruskan oleh putranya yang merupakan generasi ke lima yaitu K.H Muhammad Aly Qayshar.

Di Ponpes Darussalam ini selain nama Kiai Abdurrauf, penerus keempat pesantren ini Mbah Mad merupakan seorang kiai yang cukup disegani banyak kalangan lintas golongan, para ulama dan pejabat. Sejak kecil, ia dikenal memiliki ilmu yang tidak dimiliki para kiai pada umumnya.

Gus Ali menceritakan salah satu kelebihan yang dimiliki mendiang ayahnya, Mbah Mad, adalah mengetahui makam para wali yang sebelumnya tidak diketahui oleh masyarakat sekitar. “Pada awalnya, makam seseorang itu dianggap biasa oleh masyarakat, justru Mbah Mad memberi tahu kalau itu makam seorang wali. Kelebihan ini merupakan warisan dari abahnya, yakni Mbah Dalhar,” terang Gus Ali.

Mbah Mad sendiri merupakan seorang ulama yang cukup berpengaruh, terutama di wilayah Magelang. Di mata para kiai dan umatnya, kharisma Mbah Mad sangat tinggi, di samping karena salah seorang kiai sepuh di kalangan warga NU saat itu.

Mbah Mad memang dikenal sebagai tokoh spiritual yang cukup disegani hampir semua kalangan, dari masyarakat bawah hingga ulama dan tokoh nasional lainnya karena kharisma dan kewalian yang dipercayai masyarakat. Bahkan, ia sering dikunjungi oleh tokoh-tokoh nasional dan pejabat negara untuk meminta nasihat kepadanya.

Tercatat misalnya, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati, Jusuf Kalla, Wiranto, Akbar Tanjung dan tokoh-tokoh lainnya tercatat pernah bersilaturrahim ke Mbah Mad. Susilo Bambang Yudhoyono semasa masih aktif dinas di kemiliteran dengan pangkat kapten juga pernah datang kepada Mbah Mad.


Dian Nurlita

Pos terkait

Tinggalkan Balasan