Polisi Kedepankan Langkah Preventif Tangani Klitih di Jogja

SMN/dok BARANG BUKTI: Sejumlah barang bukti yang beberapa diantaranya berjenis senjata tajam didapatkan polisi dari sembilan pelaku aksi klitih di Jogja.

SLEMAN, SM Network – Kasus klitih atau kejahatan di jalanan makin merajalela di kawasan DIY. Langkah preeventif dan preemtif diambil polisi meski penanganan hal yang sudah masuk dalam tindakan kriminalitas ini tak bisa dilakukan secara instan.

“Tentu hasilnya tidak bisa instan, baik kegiatan preventif dan preemtif musti dilakukan secara berkelanjutan dengan kerjasama berbagai macam pemangku kepentingan,” papar Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda DIY Kombes Pol Yuliyanto, kemarin.

Bacaan Lainnya

Menurut dia, penanganan klitih pihaknya tetap mengedepankan aspek penegakan hukum. Selain itu pihaknya juga melakukan langkah preventif dan preemtif.”Preventif dilakukan guna menghilangkan potensi  terjadinya kriminalitas misal dengan melaksanakan patroli, dan hadir di tengah kegiatan masyarakat,” ujar perwira polisi dengan tiga melati dipundaknya itu.

Sedangkan untuk upaya preemtif, lanjut Yuliyanto, Polda DIY mencoba mencari akar penyebab permasalahan tersebut dengan harapan bisa menyelesaikan masalah kenapa oknum pelaku klithih melakukan kekerasan jalanan tersebut.”Kami juga akan berdiskusi dengan pihak sekolah, orang tua, dinas pendidikan, maupun elemen masyarakat yang lain guna menekan aksi kekerasan di jalanan,” paparnya.

PELAKU KLITIH: Sembilan remaja usia pelajar dengan bertelanjang dada saat berada di Mapolresta Jogja (12/1). Mereka ditangkap subuh kemarin karena diduga melakukan aksi klitih di Kota Jogja.

Dibawah Umur

Terpisah, psikolog dari Polda DIY AKP Theresia Dwi Ariyanti memaparkan, berdasarkan penyelidikan yang dilakukan polisi, kasus klithih yang dilakukan pelaku dibawah umur didominasi berasal dari keluarga yang tidak utuh. Meski tidak selalu broken home, namun lebih dikarenakan kehadiran orang tua yang tidak tinggal serumah dengan pelaku.

“Entah bapaknya di luar kota satu bukan sekali baru pulang, sehingga konsep keluarga yang utuh tidak mereka dapatkan,” sambung wanita yang juga Kasubagpsipers Bagpsi Ro SDM Polda DIY itu.Tingkat disiplin rendah, lanjutnya, juga menjadi salah satu aspek signifikan terhadap aksi kekerasan di dalam kehidupan sehari-hari pelaku klithih dibawah umur. 

“Mereka pulang jam berapa orang tua tidak peduli, main ke rumah temennya dibiarkan saja, mau pulang jam berapa terserah,” terangnya. Usia-usia disekitar 17 tahun, berdasarkan pandangan dari psikologi dimana peran kelompok sangat penting bagi seorang individu. “Mereka biasanya kumpul di suatu tempat, bahasa identitas pribadi sudah tidak ada karena sudah satu atribut,” tandas dia.


Gading Persada

Pos terkait

Tinggalkan Balasan