MAGELANG, SM Network – Tiap tahun angka pengangguran terbuka di Kota Magelang terus menunjukkan tren penurunan. Terakhir, per November 2019 lalu tingkat pengangguran menjadi sebesar 4,43 persen dibanding tahun 2018 lalu yang masih di angka 4,48 persen.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Magelang, Gunadi Wirawan mengatakan, data tingkat pengangguran terbuka (TPT) tersebut berdasarkan rilis resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS). Jumlah 4,43 persen tersebut sebanyak 3.500-4.000 orang dari 66 ribu angkatan kerja.
“Di tahun sebelumnya lagi, pengangguran kita lebih tinggi, yakni sekitar 6 persen. Nah, di tahun 2020 ini kita menargetkan dapat kembali turun menjadi lebih rendah dari angka tahun 2019,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Selasa (21/1).
Dia menuturkan, banyak cara dilakukannya dalam menurunkan pengangguran tersebut. Salah satunya membentuk 17 grup WhatsApp untuk mengakomodasi masing-masing pencari kerja (pencaker) yang ada di tiap kelurahan.
“Kalau ada informasi lowongan pekerjaan langsung kami sampaikan di grup. Anggota grup ini benar-benar orang yang mencari pekerjaan dan hasilnya cukup berhasil,” katanya.
Pengganti Bursa Kerja
Langkah ini, katanya, menjadi pengganti dari program bursa kerja yang menelan anggaran cukup besar. Secara resmi pihaknya sudah menghentikan kegiatan bursa kerja, karena dinilai kurang efektif mengatasi pengangguran.
“Justru yang terjadi pemborosan anggaran. Tahun 2018 saja, anggaran job fair Rp 250 juta selama dua hari pelaksanaan. Setelah kami evaluasi, ternyata pencaker di job fair adalah orang-orang yang sudah resign dari pekerjaan sebelumnya dan mencari pekerjaan baru,” jelasnya.
Gunadi menilai, adanya job fair sebenarnya bertujuan memfasilitasi pengangguran yang mencari pekerjaan. Tapi, kenyataannya orang yang sudah memiliki pengalaman mencari pekerjaan baru. Sehingga, orang-orang yang benar-benar menganggur justru tidak mendapatkan kesempatan.
“Perusahaan mencari pencaker yang sudah berpengalaman. Bagi yang benar-benar menganggur dan belum berpengalaman tidak bisa masuk. Ini yang kami sebut tidak tepat sasaran, karena tujuan job fair adalah memfasilitasi mereka yang benar-benar menganggur,” paparnya.
Selain grup di media sosial, pihaknya juga mengintensifkan pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK). Hasil dari BLK, disebutkannya ada 30 persen alumni dapat bekerja dan 30 persen mandiri atau memiliki usaha sendiri. Adapun sisanya masih menganggur.
“Yang sisanya ini kita terus ikuti perkembangannya sampai 1,5 atau 2 tahun ke depan. Kalau belum terserap dunia kerja juga, kita beri kesempatan kembali meningkatkan kompetensi dan keterampilan di BLK,” ungkapnya.
Asef Amani