MAGELANG, SM Network – Mengatasi masalah kebocoran air yang hampir mencapai angka 50 persen menjadi pekerjaan rumah cukup berat bagi PDAM Kota Magelang. Terlebih, tidak ada anggaran untuk program penggantian pipa lama di tahun 2021, meski disinyalir banyak terjadi kebocoran di pipa lama.
Plt Kepala Bagian Teknik PDAM Kota Magelang, Parjio mengatakan, angka kehilangan air yang tinggi ini terdeteksi setelah terpasang meter induk di semua instalasi produksi. Total ada 7 meter induk baru yang terpasang di 5 sumber air. “Sebelumnya tidak semua terpasang. Sehingga, ada hasil analisa baru yang menyebutkan tingkat kebocoran air sekitar 44 persen. Perhitungan ini jauh lebih tinggi dibanding sebelumnya yang belum semua terpasang meter induk,” ujarnya di kantornya, Rabu (4/11).
Dia menuturkan, pemasangan meter induk menjadi syarat pihaknya mengikuti program hibah air minum berbasis kinerja dari IUWASH Seco, kemitraan USAID dan Seco. Ada target yang harus dicapai saat mengikuti program ini, yakni dapat menurunkan angka kebocoran 2-3 persen per tahun.
“Berdasarkan pengalaman, menurunkan angka kebocoran 1-2 persen per tahun saja sulit. Tapi, kami optimis mampu mencapainya dengan cara-cara yang nanti akan kita lakukan,” katanya didampingi Staf Ahli Bidang Teknik PDAM Kota Magelang, Suroso.
Masalah kebocoran air ini, katanya, terjadi karena banyak faktor baik fisik maupun nonfisik. Faktor fisik paling besar, yakni pipa yang bocor, sehingga banyak air yang terbuang. Kalau pipa yang bocor itu terlihat dari permukaan tanah bisa cepat ditangani, tapi kalau sebaliknya sangat sulit.
“Riil di lapangan pipa yang bocor kemungkinan besar mengarah ke dalam, sehingga tidak terlihat dari permukaan tanah. Solusinya kalau pipa bocor selain ditambah adalah diganti, tapi biaya penggantian pipa tidak murah,” jelasnya.
Parjio mengaku, kemungkinan tahun depan tidak ada program penggantian pipa lama yang disinyalir banyak yang bocor. Salah satunya karena terimbas pandemi Covid-19, sehingga anggaran diprioritaskan untuk kebutuhan yang lain. “Sekarang kita maksimalkan perawatan dan perbaikan saja,” tandasnya.
Adapun faktor nonfisik, disebutkannya, meter tidak akurat, pelanggan nakal seperti mengganggu jalannya meteran atau sambungan sebelum meteran, dan faktor kesalahan pengolahan data serta kesalahan pembacaan meter oleh petugas.
“Namanya manusia bisa saja salah. Solusi yang kita garap sekarang memulai akurasi meter di tiap pelanggan. Kalau ada meter yang tidak akurat langsung diganti. Kita cek satu-satu meternya dengan terlebih dahulu dilakukan survei,” terangnya. Dia menambahkan, selama ini akurasi meter belum dilakukan rutin, karena yang kerap dilakukan ganti meter yang umurnya lebih dari lima tahun. Sementara untuk uji tera alat meter juga hanya bisa dilakukan untuk kasus tertentu.
“Sebenarnya ada solusi lain juga, yakni zonasi dengan mengisolasi suatu wilayah dan diberi meter induk untuk dianalisa. Kita pernah lakukan di level terkecil, tapi tidak efektif. Biaya untuk zonasi juga tidak murah,” imbuhnya.