MAGELANG, SM Network – Selama masa pandemi Covid-19, Perusahaan Daerah (Perusda) Taman Kyai Langgeng Kota Magelang merugi. Tercatat kerugian mencapai Rp 17 miliar dengan jumlah pengunjung hanya sekitar 6.500.
Direktur Umum Perusda Taman Kyai Langgeng, Slamet Maryono mengatakan, pihaknya sebenarnya ditarget mendapat kunjungan hingga 650.000 pengunjung selama satu tahun. Namun, sejak Maret 2020 sampai Januari 2021, angka kunjungan tak lebih dari 1 persen dari target atau hanya mampu menjual 6.500 tiket saja.
“Angka kunjungan tahun 2020 turun drastis, karena tutup total sejak Maret-Juni 2020. Otomatis saat itu tidak ada pendapatan sama sekali,” ujarnya, Kamis (28/1).
Dia menuturkan, sejak awal Juli, Taman Kyai Langgeng baru dibuka kembali, namun dengan pembatasan secara ketat. Di antaranya, pembatasan jumlah kunjungan tidak lebih dari 30 persen kapasitas, pembatasan jam operasional hingga pukul 17.00 WIB, dan penerapan kerja karyawan dengan sistem shift (bergantian).
“Jadwal karyawan ini kita berlakukan 50 persen bekerja dan 50 persen tinggal di rumah. Setiap harinya dirolling,” katanya.
Sistem kerja bergantian ini, katanya, paling efektif diterapkan untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK). Konsekuensinya, pembayaran gaji karyawan TKL pun dikurangi sesuai dengan jumlah libur yang mereka dapatkan.
“Kami tidak bisa mempraktikkan sistem kerja dari rumah (WFH) dan kerja kantor (WFO). Karena di sini BUMD, bukan instansi Pemkot Magelang. Jadi, yang tidak berangkat atau pas giliran di rumah, kita kurangi gaji mereka secara proporsional,” ucapnya.
Slamet mengutarakan, saat ini PDOW Taman Kyai Langgeng memiliki 117 karyawan. Meski terdampak pandemi, manajemen tidak sampai melakukan PHK kepada karyawannya.
“Pendapatan mereka hanya kami kurangi secara proporsional sesuai jadwal kerja lapangan. Meski sudah dikurangi, tapi tetap saja soal beban gaji masih menjadi masalah utama Taman Kyai Langgeng,” jelasnya.
Dia mengaku sampai saat ini, pihaknya belum menyetorkan hasil pendapatan kepada Pemkot Magelang. Sebab, dana perolehan penjualan tiket prioritas digunakan untuk biaya perawatan wahana, pemeliharaan, kebersihan, dan beban gaji karyawan.
“Kami belum berpikir untuk setor pendapatan asli daerah (PAD) ke Pemkot Magelang, tapi dimaklumi. Beban operasional kami saja, selama pandemi sangat tinggi, sedangkan pendapatannya masih sangat minim,” paparnya.
Menurutnya, Taman Kyai Langgeng tidak bisa disandingkan dengan tempat pariwisata yang dikelola perorangan maupun skala kecil yang justru kebanjiran pengunjung di masa pandemi ini. Sebab, kebanyakan pengunjung yang datang ke TKL, sebelum pandemi, mayoritas adalah masyarakat luar daerah Jawa Tengah.
“Sebanyak 70 persennya anak-anak sekolah, saat sebelum pandemi. Sedangkan 30 persennya masyarakat umum. Sekarang adanya pandemi, otomatis yang 70 persen ini tidak ada. Maka, andalan kami hanya yang 30 persen, dan itupun hanya masyarakat lokal, yang sebagian lebih memilih tempat pariwisata yang sedang hits,” ungkapnya.
Terlebih lagi, imbuh Slamet, Kota Magelang sampai saat ini masih menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) jilid kedua. Ini semakin “memukul” tempat wisata andalan Kota Jasa ini.
“Selama PPKM ini rata-rata kunjungan di hari libur tidak lebih dari 500 orang per hari. Sementara di hari biasa, paling banyak ada 300 orang saja. Strategi yang kami lakukan sejauh ini, untuk menekan angka kerugian, ya tetap protokol kesehatan dan mengefisiensi pengeluaran, termasuk beban gaji karyawan,” imbuhnya.