KI Roni Sodewo, keturunan ketujuh pahlawan nasional, Pangeran Diponegoro tak kuasa menahan haru saat menceritakan secuil sejarah seputar Sang Pangeran dalam acara Haul Pangeran Diponegoro tahun 2020 di halaman Museum BPK RI Kota Magelang, Rabu (8/1).
Ketua Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (Patra Adi) itu penuh emosi bercerita di hadapan peserta haul dari pejabat tinggi hingga masyarakat bawah. Hal ini agar masyarakat, khususnya generasi milenial sekarang tergugah untuk betul-betul mempelajari sejarah Sang Pangeran.
“Pangeran Diponegoro itu orang jujur, juga tidak silau dengan harta apalagi tahta. Beliau beberapa kali ditawari menjadi raja, tapi selalu ditolak. Beliau mau menerima gelar Sultan (Sultan Abdul Hamid), tapi ditegaskannya gelar sultan itu bukan sebagai penguasa tahta,” ujarnya.
Ki Roni menyayangkan banyaknya orang yang lebih mengenal Pangeran Diponegoro hanya seputar keris dan jubahnya saja, bukan pada kisah kepahlawanannya. Bahkan, ada juga yang diingat hanya peperangannya saja, tapi apa penyebab perang itu jarang sekali dibahas.
“Ada anggapan keliru bahwa, terjadinya Perang Jawa atau Perang Diponegoro karena tanah kerajaan Mataram direbut untuk pembuatan rel kereta. Padahal, jaman itu belum ada kereta. Ini terjadi, karena kita tidak pernah mau belajar sungguh-sungguh akan sejarah Pangeran Diponegoro,” katanya.
Soal haul yang dilaksanakan untuk ketiga kalinya ini, Ki Roni menyampaikan apresiasinya. Hal ini dinilainya menjadi langkah bagus dalam mengenal dan mengenang jasa pahlawan keturunan Raja Mataram Jogja itu.
“Ini langkah bagus entah ada keterlibatan pemerintah atau tidak. Haul tidak hanya di Magelang, tapi juga ada di Makassar, Bogor, Banyumas, dan Semarang. Ini momentum untuk mengenalkan pada generasi muda, salah satu ilmu yang patut kita ambil dari Sang Pangeran adalah jujur,” jelasnya.
Hadir dalam haul ini Wakil Wali Kota Magelang, Windarti Agustina beserta jajaran, Pangdam IV/Diponegoro Mayjend TNI Mochamad Effendi, Kapolres Magelang Kota AKBP Idham Mahdi, dan segenap tamu undangan. Termasuk pemberi tausiyah KH Yakub Mubarok dari Parakan Temanggung.
Hari Meninggalnya Pangeran
Windarti mengutarakan, haul ini dilaksanakan tepat di hari meninggalnya Pangeran Diponegoro, 8 Januari 1855 atau 165 tahun silam. Pihaknya merasa perlu mengadakan haul ini, karena Sang Pangeran memiliki jejak sejarah penting di wilayah Kota Magelang.
Ia menyebutkan, babak akhir dari Perang Diponegoro bermula dari terjadinya pertemuan untuk mengadakan perundingan di Pendopo Karesidenan (Bakorwil II Kedu Surakarta). Sejatinya, Museum Pangeran Diponegoro di kompleks Bakorwil ini jadi saksi sejarah bagaimana kelicikan Belanda.
“Melalui Letnan Gubernur Jenderal Hendrik Merkus De Kock yang mengajak rekayasa perundingan dengan Pangeran Diponegoro. Sampai pada akhirnya beliau ditangkap dan diasingkan. Awal ditangkap dibawa ke Ungaran Semarang dan dipindahkan ke Batavia. Dari Batavia dibawa untuk ditawan di Manado dan dipindah lagi ke Massar hingga beliau wafat,” jelasnya.
Menurutnya, banyak hal yang bisa dipetik dari kisah perjuangan Pangeran Diponegoro. Dalam Perang Jawa, Diponegoro mampu membuat Belanda rugi besar. Sekitar 25 Juta Golden Belanda waktu itu habis untuk membiayai perang melawan Diponegoro.
“Sebanyak 15.000 tentara Belanda juga tewas, sedangkan pejuang bangsa yang gugur syuhada 200.000 orang. Beliau keturunan raja, tapi rela keluar dari gemerlap Keraton dan memilih tinggal bersama rakyat di Tegalrejo. Sampai akhirnya berjuang melawan Belanda,” paparnya.
Asef F Amani