Ini Sebab Petani Melon di Purworejo Merugi di Musim Hujan

SM/Panuju Triangga BANYAK BUSUK: Salah satu petani melon di Desa Jogoresan, Kecamatan Purwodadi, Purworejo, Ilham (25), mengecek kondisi tanaman dan buah melon di lahannya yang banyak busuk akibat terlalu banyak hujan, kemarin (10/1/2020).

PURWOREJO, SM Network – Para petani melon di Kabupaten Purworejo mengeluhkan banyaknya melon yang busuk akibat tingginya cura hujan sejak beberapa waktu belakangan ini. Selain kuantitas hasil panen menurun, harga jual melon di tingkat petani saat ini juga turun.

Salah satu petani melon di Desa Jogoresan, Kecamatan Purwodadi, Ilham (25) mengungkapkan, kondisi terlalu banyak hujan berdampak kurang baik terhadap tanaman melon yang sudah mendekati masa panen. Bila terlalu banyak air, buah melon menjadi banyak yang pecah dan akhirnya busuk.

“Jadi sebelum rusak ini cepat-cepat saya panen. Kalau cuaca kering, dipanen usia 65 hari. Tapi ini saya panen umur 60 hari, karena kalau nunggu 65 hari dengan cuaca seperti ini (banyak hujan) ya ajur (hancur –red). Makanya ini cepat-cepat dipanen,” ungkapnya, kemarin.

Dari lahan dua petak seluas sekitar 80 kali 40 meter yang ditanaminya, lanjut Ilham, jika kondisi cuaca bagus biasanya bisa penen 2,5 rit melon. Tapi dengan kondisi cuaca terlalu banyak hujan seperti saat ini, hasil panennya hanya sekitar dua rit akibat banyak yang busuk.

“Hasil penen ini dibeli borongan oleh pedagang, dengan harga Rp 15 juta per satu rit. Kalau perkiraan harga per kilogramnya sekitar Rp 3 ribu sampai Rp 4 ribu, di Jakarta paling Rp 5 ribu,” imbuhnya.

Petani melon lainnya yang lahannya di Pangen, Sukijo (30), juga mengungkapkan hal serupa. Lantaran kondisi cuaca terlalu banyak hujan, hasil panennya tidak maksimal. Dari lahan tiga ering (luas per ering 1.500 meter) yang ditanaminya, hanya menghasilkan 2,5 rit melon. Padahal seharusnya bisa menghasilkan sekitar tiga rit.

“Banyak yang busuk, karena setelah diethrel (sebelum dipanen), tiga hari hujan terus. Kalau tidak pada busuk bisa dapat tiga rit,” katanya.

Beruntung Sukijo memanen melonnya lebih awal yakni pada akhir Desember lalu, sehingga masih mendapat harga jual lebih tinggi. Hasil panen melonnya saat itu masih mendapat harga sekitar Rp 26 juta per rit dari pedagang tengkulak.

“Harga sekarang turun jadi sekitar Rp 14 sampai Rp 15 juta per rit, karena sudah banyak yang panen. Di Jakarta juga banjir, jadi penjualan di sana tersendat. Biasanya melon dari sini dikirim ke Pasar Induk Kramat Jati Jakarta,” tuturnya.

Sukijo menambahkan, dengan harga jual melon Rp 14 juta hingga 15 juta per rit, keuntungan yang didapat petani sangat minim dan hanya pas-pasan saja. Apalagi biaya produksi untuk menanam melon sangat tinggi, seperti untuk sewa lahan dan biaya operasional lain meliputi upah buruh, pupuk, dan obat-obatan.

“Belum lagi kalau banyak hujan, penyemprotan harus ditambah agar tidak terserang penyakit. Harapannya cuaca bisa baik dan harga jual melon naik,” imbuhnya.

Panuju Triangga

Pos terkait

Tinggalkan Balasan