MUNGKID, SM Network – BPBD Kabupaten Magelang telah menyiapkan sebanyak 500 tangki air yang masing-masing berisi 5 ribu liter untuk didistribusikan. Namun hingga saat ini baru tiga tempat yang sudah meminta dropping air bersih.
Biasanya setiap musim kemarau tiba, setidaknya ada 42 desa yang rutin minta bantuan droping air bersih. Sampai bulan September di tahun sebelumnya, biasanya BPBD sudah melakukan droping sekitar 600-700 tanki. Satu tanki berisi 5 ribu liter air. Hal tersebut dipaparkan Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Magelang, Edi Susanto yang dihubungi, Minggu (27/9).
Menurutnya hal itu disebabkan cuaca yang tidak terlampau ekstrem. “Di musim kemarau ini, terkadang masih turun hujan, sehingga sumur atau tangkapan air masih menyimpan cadangan,” jelas Edi.
Edi menyampaikan, sampai bulan September 2020 ini, baru tiga tempat yang mengajukan dropping air bersih. “Biasanya, sejak bulan Juni sudah ada permintaan droping air bersih dari desa yang mengalami kekeringan. Ini yang mengajukan baru Pondok Pesantren Bina Madani di Kecamatan Grabag, dan di Desa Karanganyar Kecamatan Borobudur tepatnya di Dusun Ngadiwinatan dan Dusun Banjaran,” ujarnya.
Menurutnya disamping cuaca yang tidak ekstrem, juga ada solusi yang bersifat permanen. Misalnya, banyak sumur yang dibuat oleh masyarakat. Selain itu, juga memelihara tangkapan-tangkapan air. Ia memberi contoh desa Margoyoso Kecamatan Salaman, sudah ada sistem air bersih yang dibuat oleh Lingkungan Hidup.
“Ternyata ini mampu menyelesaikan problem air bersih,” kata Edi.
Edi mengakui jika belum semua desa melakukannya. Namun adanya budaya gotong-royong pada masyarakat, sehingga tetap mampu mengatasi problem kekurangan air bersih. “Misal di desa ini kekeringan, maka desa tetangga akan menyuplai air bersih di desa yang kekurangan. Gotong-royong warga masih kental sehingga ini menjadi solusi mengatasi kekurangan air bersih,” imbuhnya.
Ia juga memberi contoh pada Desa Kenalan Kecamatan Borobudur. Biasanya, dua minggu setelah kemarau tiba, desa ini akan minta droping air bersih.
“Namun tahun ini belum ada permintaan karena adanya suplai air oleh tetangga desa,” ungkap Edi.
Menurut kajian geologi, lanjut Edi, steuktur tanah di desa Kenalan memiliki lapisan batu keras dan tanahnya tipis. Sehingga apabila turun hujan, mudah menyimpan cadangan air. Namun hal itu tidak berlangsung lama, karena bila musim kemarau tiba, maka air cepat mengering.
Selain dari BPBD air bersih juga didapat dari bantuan CSR dan juga relawan. Dikatakan, droping air bersih adalah solusi jangka pendek. Sehingga solusi semacam itu tidak boleh dipertahankan. Yang dilakukan kemudian menambah daerah tangkapan air dan memfungsikannya dengan baik.
“Daerah tangkapan air harus benar-benar di pelihara. Seperti di pegunungan Menoreh harus dijaga karena di sini merupakan daerah bebatuan,” tegasnya.
Suatu daerah, kata Edi, bila masih terus melakukan droping air bersih, berarti gagal dalam penanganan. “Droping air harus semakin kecil. Itu cara berpikir ideal. Untuk mencapai ideal, maka harus bergerak bersama,” katanya. Dalam hal ini, BPBD bersama stakeholder lain seperti Bappeda dan Lingkungan Hidup, bersama-sama mencari solusi jangka panjang, bagaimana cara memperbanyak daerah tangkapan air dan menjaga air bersih di setiap lingkungan.