MEMILIKI wilayah georafis perbukitan dan sebagian masih berupa hutan, Kecamatan Bruno, Kabupaten Purworejo menyimpan beragam keanekaragaman hayati. Selama ini, bagi para pemerhati dan pecinta anggrek, Kecamatan Bruno sangat dikenal memiliki beragam spesies anggrek yang masih hidup alami di habitatnya.
Namun tak hanya itu, hutan di Kecamatan Bruno juga menyimpan beragam tumbuhan hoya. Ya, hoya memang belum begitu dikenal luas oleh masyarakat di Indonesia, jika dibanding anggrek. Tumbuhan ini merupakan epifit yang hidup menempel dan merambat di pepohonan. Di luar negeri, hoya sudah cukup lama dibudidayakan dan dikembangkan sebagai tanaman hias, bahkan seringkali menjadi buruan para kolektor tanaman.

Hoya mempunyai keistimewaan tersendiri. Tumbuhan yang tergabung dalam famili Apocynaceae ini mempunyai bunga yang khas. Bunga akan tumbuh bergerombol di ujung tangkai bunga, sehingga terlihat menyerupai payung.
Masing-masing bunga penyusunnya memiliki lima kelopak bunga, dan ketika mekar menjadi berbentuk bintang. Kelopak bunga ini terlihat tebal dan memiliki lapisan lilin maupun ada juga yang berlapis bulu-bulu halus, sehingga bila dilihat sekilas akan tampak seperti bunga tiruan. Dalam bahasa Inggris, tanaman ini dikenal sebagai “wax plant” atau “porcelain flower”.
Warna bunganya bervariasi, seperti pink, merah, kuning, hijau, putih, dan kombinasi beberapa warna. Beberapa jenis hoya memiliki aroma harum, dan mekar sampai beberapa hari.
Salah satu pembudidaya hoya di Desa Kaliwungu, Kecamatan Bruno, Purworejo, Sri Susanti, mengungkapkan bahwa setidaknya ada 14 jenis atau spesies hoya di Bruno. Antara lain Hoya diversifolia, Hoya macrophylla, Hoya cumingiana, Hoya multiflora, Hoya coronaria, Hoya lacunosa, dan Hoya amicabilis.
Santi sapaan akrabnya, mulai membudidaya hoya sejak sekitar satu tahun lalu. Selain hoya dari Purworejo, ia juga mengumpulkan dan membudidaya hoya dari daerah-daerah lain. Antara lain dari Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
“Jeninsnya banyak, tapi kalau yang dari Bruno sendiri ada 14 jenis (spesies –red),” ungkap Santi kepada Suara Merdeka, Kamis (3/9).
Dari 14 spesies hoya yang ada di Bruno tersebut, lanjut Santi, ada satu yang sangat istimewa, yaitu Hoya amicabilis. Menurutnya, sejauh ini Hoya amicabilis baru ditemukan ada di Bruno saja dan belum ditemukan di daerah-daerah lain di Indonesia. “Hoya Bruno ada satu yang begitu istimewa, Hoya amicabilis, karena seluruh Indonesia baru ada di sini,” tuturnya.
Hoya amicabilis ini pula yang membuat Santi tertarik untuk mengoleksi dan membudidaya beraneka jenis hoya. Bermula ketika ia dan suami tak sengaja menemukan hoya di hutan saat mencari anggrek. Hoya itu kemudian dibawa pulang dan berbunga, dan kemudian diketahui sebagai Hoya amicabilis. Saat diposting di media sosial, ternyata banyak yang tertarik.
“Kemudian mencari lagi, ternyata di sini (Bruno) ada bermacam-macam jenis hoya. Kalau sekarang sudah tidak pernah cari lagi (ke hutan), tapi membudidaya, memanfaatkan pekarangan di sekitar rumah,” katanya.
Meski sudah memiliki banyak jenis hoya baik dari Brono sendiri maupun dari berbagai daerah lain, Santi masih ingin terus mengumpulkan berbagai jenis hoya yang ada di Indonesia. Biasanya ia mendapatkan dan membeli melalui grup media sosial pecinta hoya. Ia ingin mengembangkan budidaya hoya agar jenis tanaman ini lebih banyak dikenal masyarakat.
“Saya pengen mengumpulkan hoya-hoya dari Indonesia, kan masih banyak yang saya belum punya. Ingin dikembangkan, biar banyak dikenal masyarakat. Seperti anggrek, biar di Indonesia hoya itu bisa berkembang seperti di luar negeri jadi tanaman istimewa,” harapnya.
Beberapa waktu lalu Santi juga mengikuti pertemuan dengan para pecinta hoya di Yogyakarta. Dalam pertemuan itu para pecinta hoya mempunyai keinginan yang sama untuk mengembangkan hoya, terutama berbagai jenis atau spesies yang dimiliki Indonesia. Ini bertujuan agar budidaya hoya di Indonesia berkembang, dan hoya-hoya asal Indonesia juga lebih dikenal luas.
“Masa’ yang mengembangkan orang luar negeri. Di Thailand, sejak tahun 2000 budidaya hoya sudah berkembang. Sedangkan di Indonesia masih sedikit sekali, bahkan yang mengenal (hoya) itu jarang,” imbuh kelahiran Purworejo, 2 Mei 1991 ini.
Bagi Santi, hoya memiliki keistimewaan tersendiri dan mempunyai potensi menjadi tanaman hias yang istimewa tidak kalah dengan anggrek. Selain bunganya yang cantik dengan beragam warna dan bentuk, hoya juga memiliki tampilan indah. Kebanyakan hoya memiliki daun tebal dan bentuknya juga beraneka ragam.
“Harapannya hoya nggak hanya dianggap sebagai tanaman liar. Sekarang masih banyak yang begitu (menganggap hoya tidak berharga), masih belum mengetahui, memandang sebelah mata. Sebenarnya ini hampir seperti anggrek, sama-sama menempel (tumbuhan epifit –red),” tandasnya.