Antisipasi Potensi Luncuran ke Barat Merapi

SM/Dananjoyo - Asap solfatara keluar dari puncak Merapi yang terlihat di Cangkringan, Sleman, DI Yogyakarta, Minggu (29/3). Berdasarkan data pengamatan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) telah terjadi erupsi Merapi pada tanggal (28/3/2020) pukul 19.25 WIB dengan tinggi kolom 3.000 meter dan tanggal (29/3/2020) pukul 00.15 WIB dengan tinggi kolom 1.500 meter.


SLEMAN, SM Network – Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X meminta masyarakat yang ada di sisi barat lereng Merapi untuk mewaspadai potensi luncuran awan panas.

Imbauan ini disampaikan Sultan usai mendapat penjelasan dari Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) saat kunjungan ke barak Glagaharjo, Cangkringan, Sleman, Selasa (10/11).

“Perlu paling tidak pemberitahuan bagi warga di sisi barat Merapi. Masyarakat harus siap jika sewaktu-waktu diminta turun,” katanya.

Sebelumnya, Sultan bertanya tentang kemungkinan awan panas meluncur ke wilayah Kecamatan Turi, apabila gunung tersebut meletus dengan menyemburkan material atas setinggi 1.000-1.500 meter. Pertanyaan ini disampaikan Sultan sehubungan dengan upaya pengungsian yang perlu disiapkan.

“Kalau Merapi setinggi itu, area yang terkena dampak mana saja? Masyarakat di wilayah barat Merapi seperti Kecamatan Turi, perlu mengungsi tidak?,” tukas Sultan.

Menjawab pertanyaan itu, Kepala BPPTKG Hanik Humaida menjelaskan, tingkat letusan diprediksi tidak sebesar erupsi tahun 2010. Indikasi ini terlihat dari belum munculnya magma ke permukaan. Hal itu menunjukkan sampai saat ini magma masih berjalan dengan perlahan karena miskin kandungan gas.

“Tapi dimungkinkan volume kubah lava akan melebihi tahun 2006,” katanya.

Untuk ancaman bahaya, masih di bukaan kawah yang mengarah ke tenggara yakni Kali Gendol. Namun tidak tertutup kemungkinan, luncuran mengarah ke barat laut karena data terkini menunjukkan deformasi atau penggembungan ada pada sisi tersebut.

“Lebih pastinya nanti kalau kubah lava sudah ada di permukaan. Dari situ bisa diukur kecepatan dan seberapa jauh luncurannya, untuk dijadikan salah satu bahan assessment atau penilaian bahaya,” kata Hanik.

Sejak dinaikkan statusnya ke level Siaga pada 5 November 2020, aktivitas Merapi terus meningkat. Namun demikian, percepatan deformasi berbeda dari data sebelum letusan tahun 2010. Kala itu, selisih kenaikannya sangat tajam sedangkan kondisi saat ini, rata-rata masih 10 cm.

“Potensi bahaya yang perlu diwaspadai khususnya adalah awan panas. Terkait hal ini, kami sudah menyampaikan detailnya kepada BPBD,” imbuhnya

Pos terkait

Tinggalkan Balasan