TEMANGGUNG, SM Network – Massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Temangung Tolak Omnibus Law, melakukan aksi solidaritas untuk buruh. Aliansi ini terdiri dari para buruh, mahasiswa, dan seniman. Rombongan melakukan long march dari depan SPBU Maron menuju depan pabrik pengolahan kayu lapis Albasia Bhumiphala Persada, Kamis (16/7) petang.
Dalam aksinya mereka membawa poster bernada kritis kepada pemerintah antara lain, “Buruh Bukan Budak”, Indonesia Darurat Pejabat Waras”, “Pemerintah Jahat Bubarkan Saja Hancurkan Kapitalisme”, “Mogok Kerja Tolak RUU Cipta Kerja”, “Gagalkan Omnibus Law” dan lain-lain. Selain, berorasi massa juga membakar ban mobil bekas dan membagi-bagikan selebaran terkait omnibus lawa kepada pengguna jalan.
Korlap Aksi Alfani Putra (23), mengatakan, aksi mereka bertujuan untuk menganggalkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (omnibus law). Karena dinilai sangat berisiko dan tidak berpihak kepada rakyat, terutama pada kaum buruh. Ada beberapa poin yang digarisbawahi antara lain ditiadakannya cuti hadi, hamil, melahirkan.
“Sementara pihak perusahaan bebas melakukan perjanjian apapun, termasuk pemecatan tanpa pesangon, termasuk di dunia pendidikan di mana orientasi kurikulum akan dialihkan menuju pencetakan buruh baru bukan para cendikiawan generasi emas para pemikir kemajuan bangsa ini. Harapan dari kawan-kawan Koalisi Temanggung Menggugat adalah DPR RI, MPR RI, bersama Jokowi membatalkan pengesahan RUU Cipta Kerja,”katanya.
Dia menengarai dalam RUU Cipta Kerja ini mengarah pada upaya mencelakakan para buruh seperti peraturan pesangon yang kualitasnya menurun tanpa kepastian, hilangnya ketentuan upah minimum di Kabupaten/Kota berdasar RUU Cipta Kerja Pasal 99c ayat 2. Penggunaan outsourching yang terkesan menjual buruh kepada para pengusaha melalui agen-agen penyalur kerja. Hal ini dianggap terlalu liberal karena tidak ada perlindungan negara terhadap rakyatnya.
Dihapusnya jaminan sosial, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun, dengan diberlakukannya upah per jam atau dalam istilah RUU tersebut memakai kata per satuan waktu. Bebasnya tenaga kerja asing masuk ke Indonesia, tidak adanya aturan jelas terkait jam kerja, dihapuskannya sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak bayar upah termasuk jika telat membayar upah, maka berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan. Selain itu, dalam pemutusan hubungan kerja (PHK) tidak perlu ada perundingan dengan serikat buruh.
Raditia Yoni Ariya/K41